Cara Membaca Kata ائتونى pada QS Al-Ahqaf: 4Ahad, 05 Januari 2014 | IslamMembaca Al-Quran dengan baik dan benar (sesuai dengan kaidah ilmu tajwid) tentu saja menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Namun, ternyata ada banyak kesalahan atau mungkin kaidah-kaidah yang baru saya ketahui akhir-akhir ini. Contoh sederhana, hal yang sempat membingungkan saya adalah pada QS Al-Ahqaf (46) ayat 4. Perhatikan pada kata yang digarisbawahi berikut. Pertama, jika dibaca washal (bersambung) maka cara membacanya adalah: (.. fis-samawati`tuni bikitabin ..) ‘alif’ pada awal kata ائتونى tidak dibaca (diabaikan). Kedua, jika waqaf (berhenti) pada kata ٱلسَّموتِ kemudian memulai lagi dari kata ائتونى maka cara membaca adalah: (.. fis-samawat, ituni bi-kitabin ..) 'alif' dibaca kasrah, hamzah setelah ‘alif’ pada kata ائتونى diganti dengan ya', sehingga 'alif' kasrah dibaca dengan panjang 2 harakat. Cara kedua inilah yang beberapa kali saya dengar dari rekaman bacaan para qari' atau imam, seperti Syaikh As-Sudais, Al-Ghamidi dan Al-Afasi. Ketika melihat potongan ayat ini, yang terbersit pertama kali adalah membacanya dengan u`tuni atau i`tuni (tetap membunyikan hamzah sukun, tidak diganti dengan ya'). Ternyata kedua opsi tersebut (u`tuni dan i`tuni) sama-sama belumlah tepat. Mengenai hal ini, ada beberapa catatan penting yang saya rasa perlu untuk diketahui. Coba perhatikan, di atas 'alif' pada kata ada tanda mirip dengan kepala huruf shad (ٱ). Tanda seperti ini hanya kita jumpai pada Mushaf Madinah / Timur Tengah, dan sependek yang saya ketahui, tanda ini tidak terdapat pada Mushaf standar Indonesia. Huruf 'alif' yang memiliki tanda seperti di atas disebut dengan hamzah washal. Dan ternyata.. di dalam Al-Quran akan kita jumpai huruf alif yang polos (tanpa tanda), dan ada juga yang memiliki tanda tertentu di atas/bawahnya. Keterangan Warna Merah = Hamzah Washal Hijau = Hamzah Qath' Biru = Alif Menurut saya, ini adalah salah satu kelebihan Mushaf Madinah / Timur Tengah, yaitu konsistensi penulisan serta membedakan antara penulisan alif, hamzah washal dan hamzah qath' (karena memang ketiganya berbeda). Perbedaan ketiganya bisa juga dicermati pada pelajaran Bahasa Arab. Lalu, apa kaitannya dengan bahasan kita kali ini? Ketika hamzah washal berada di tengah kalimat atau ketika dibaca bersambung dengan kata sebelumnya, maka hamzah washal diabaikan dalam pengucapan. Oleh karenanya dalam kasus pertama di atas kita baca dengan: Sedangkan pada kasus kedua, ketika hamzah washal berada di awal kalimat atau di awal pengucapan, maka hamzah washal ini dihidupkan dengan memberi harakat tertentu. Berkaitan dengan cara membaca hamzah washal, apakah diberi harakat kasrah atau lainnya, maka ini dipelajari dalam ilmu sharaf (bahasa Arab). Pada bagian ini saya sempat 'terjebak' karena membaca dengan harakat dhammah pada kasus di atas, padahal seharusnya adalah kasrah. Oke, masalah selanjutnya adalah.. kenapa hamzah sukun diganti dengan ya' (pada kasus kedua)? Ternyata memang begitulah kaidah dalam cara membacanya.
Komentar Endi 13 Agustus 2015 - 19:53:49 Assalamualaikum....dari mana kita tau klau pd kta i'tuni itu hmjahnya brhrakat kasroh. Sedngkn huruf ktignya brharakt dhomma ....seharusny kan hmjah brhrakt dhomma jug....tlong d jlaskan Akhmad Zayyadi 27 Juli 2016 - 05:36:59 Mas Endi, penjelasan di atas memang benar. Namun ada yang perlu ditambahkan pada keterangannya mengenai mengapa bisa berharkat kasrah pada huruf pertaanya bukanlah dlammah. Kita lihat asal katanya, yaitu berasal dari kata Ata Ya'ti I ti... Karena mukhatabnya Mudzakkar Mukhathabun, maka berubah menjadi I tu ni..... Barangkali demikian sekedar tambahan. |
|