Idhafah dan Lafazh Jalalah Allah

Ahad, 27 Januari 2013 | Bahasa Arab
Walaupun judulnya berbau bahasa Arab, tapi tulisan ini tidak akan membahas atau mengajari bahasa Arab (karena penulis sendiri belum mahir). Hanya sedikit dokumentasi, yang semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Suatu waktu.. ketika sedang belajar bahasa Arab, sampailah pada pembahasan yang menyinggung tentang idhafah. Bagi yang belum tahu, idhafah itu merupakan bentuk penyandaran satu kata kepada kata lainnya.

Contoh (dalam bahasa Indonesia): buku Ali

Maksudnya, buku milik Ali. Nah.. dalam bahasa Arab juga mirip seperti di atas. Susunan idhafah terdiri dari mudhaf (kata pertama) dan mudhaf ilaih (kata kedua).

Contoh: kitabu aliyyin
كتاب علي

Kata "kitabu" berkedudukan sebagai mudhaf, sedangkan "Ali" berkedudukan sebagai mudhaf ilaih. Mungkin tidak terlalu sulit dipahami sampai di sini. Tapi, bukan itu inti cerita saya kali ini. Sebagaimana disampaikan di awal tulisan, ketika sedang belajar bahasa Arab, sang ustadz kemudian memberi contoh idhafah yang lain.

Misal: nashruLlahi (pertolongan Allah)
نصر الله

Manakah mudhaf-nya? Jawabnya adalah kata nashru (pertolongan). Lalu, mana mudhaf ilaih? Dengan enteng saja saya jawab, "Allah". Kemudian oleh sang ustadz dibenarkan, "Yang menjadi mudhaf ilaih adalah lafazh jalalah Allah, Allah tidak bisa menjadi mudhaf ilaih". Ini membuat saya berpikir sejenak. Jadi, memang harus dibedakan, yang menjadi mudhaf ilaih adalah "lafazh" jalalah Allah, bukan Dzat Allah. Walaupun, tidak terbersit di hati saya saat itu bahwa Dzat Allah itulah yang menjadi mudhaf ilaih.

Pelajaran penting di sini (menyangkut soal aqidah), walaupun sekilas terlihat sepele, kita hanya boleh menamakan dan menyifati Allah sesuai dengan yang Dia namai dan sifati untuk diri-Nya sendiri. Persoalan ini bersiat tauqify, harus berdasarkan dalil. Kita menamakan dan menyifati Allah dengan Ar-Rahman, karena memang Allah sendirilah yang mengabarkan kepada kita bahwa Dia memiliki nama dan sifat Ar-Rahman. Tidak pantas bagi kita untuk menamakan dan menyifati Allah dengan sesuatu yang tidak Ia kabarkan kepada kita, walaupun menurut kita nama dan sifat itu baik. Kita juga mengimani nama dan sifat Allah sebagaimana adanya tanpa mengubah dan menyimpangkan maknanya.


Klik untuk melihat daftar isi : Catatan Pelajaran Bahasa Arab.



Komentar