Mahram 2: Yang Haram Dinikahi untuk SementaraAhad, 11 Mei 2014 | Islam
Selain mahram tetap, ada juga mahram yang sifatnya sementara. Artinya, wanita/pria tersebut hanya diharamkan untuk dinikahi karena alasan atau faktor tertentu yang sifatnya sementara. Jika faktor tersebut hilang, maka mereka menjadi halal untuk dinikahi. Hal ini berbeda dengan mahram tetap yang haram dinikahi untuk selamanya. Perbedaan lain antara mahram sementara dengan mahram tetap adalah kita dibolehkan untuk berjabat tangan dengan mahram tetap, namun kita tidak dibolehkan untuk berjabat tangan (termasuk berduaan dll) dengan mahram sementara.
A. Larangan untuk Dikumpulkan dalam Satu WaktuWanita berikut haram dinikahi selama istri masih hidup atau belum dicerai. Namun, jika istri meninggal dunia atau telah cerai, maka mereka boleh untuk dinikahi. - Saudara perempuan dari istri (ipar), baik itu mereka bersaudara karena faktor nasab maupun karena sepersusuan.
- Bibi dari istri, keponakan perempuan dari istri, anak perempuan dari anaknya istri (anak perempuan dari anak tiri).
Kaidah dalam masalah ini adalah : Tidak boleh menikahi dua orang wanita, yang seandainya salah satunya "kita misalkan" sebagai laki-laki, maka yang satu diharamkan untuk menikahi yang lainnya. Contohnya, diharamkan untuk menikahi dua wanita yang bersaudara. Jika kita misalkan yang satunya adalah laki-laki dan yang satunya adalah perempuan, maka mereka tidak boleh saling menikah. Saudara kandung tidak boleh menikahi saudaranya. B. Haram Dinikahi karena Faktor TertentuTerdapat faktor-faktor lainnya yang menyebabkan seseorang tidak boleh untuk dinikahi, di antaranya adalah sebagai berikut. - Wanita yang dalam masa iddah setelah ia bercerai dari orang lain.
- Wanita (mantan istri) yang ditalak tiga, sampai ia menikah secara sah dengan orang lain.
- Wanita yang sedang ihram sampai ia tahallul.
- Wanita muslim haram menikah dengan laki-laki kafir sampai ia masuk Islam.
- Laki-laki muslim haram menikah dengan wanita kafir. Namun ada pengecualian bahwa seorang laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahli kitab.
Referensi:Al-Fiqh Al-Muyassar hlm. 299-300
Komentar
|