Tiga Kaidah Penting dalam Mengambil Sebab

Selasa, 12 November 2013 | Islam
Berikut ini adalah tiga kaidah penting yang selayaknya diketahui oleh kita ketika mengambil sebab (berusaha) untuk mewujudkan apa yang diinginkan.

[1] Wajibnya bersandar kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan bukan bersandar kepada zat sebab itu sendiri, karena Allah lah yang menciptakan sebab. Contoh: ketika sakit kepala dan membeli obat di apotek, kita meyakini bahwa Allah semata yang mampu menyembuhkan, sedangkan obat hanya sebagai sebab/perantara bagi kesembuhan.

[2] Mengetahui bahwa semua sebab itu terkait dengan ketetapan dan takdir Allah. Contoh: api merupakan sebab yang bisa membuat terbakar, namun dengan takdir Allah ternyata api tidak membakar Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Kita harus menyadari bahwa sebab itu tidak bisa memberi manfaat atau madharat dengan sendirinya. Hanya dengan izin Allah lah semua manfaat atau madharat itu bisa terjadi.

[3] Untuk menetapkan bahwa sesuatu itu dapat menjadi sebab bagi terwujudnya suatu perkara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu berdasarkan tinjauan syar'i dan realita (penelitian ilmiah). Jika hal ini tidak terpenuhi, maka sebab tersebut tidak boleh kita ambil atau lakukan. Contoh:
  • Mengobati dengan madu; hal ini boleh dilakukan karena terdapat dalil dari Al-Qur'an bahwa madu dapat mengobati penyakit. "Di dalamnya (madu) terdapat obat bagi manusia.." [QS An-Nahl: 69]
  • Mengobati dengan obat tradisional lainnya atau obat modern; hal ini juga boleh dilakukan karena berdasarkan realita atau penelitian ilmiah ternyata obat-obat yang dijual di apotek (misalnya) bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit tertentu.
  • Mengobati dengan mencelupkan batu 'ajaib' ke dalam air + mantera-mantera kemudian meminumnya; hal ini tidak boleh dilakukan karena termasuk kesyirikan dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah bahwa hal tersebut bisa menyembuhkan.
  • Mengobati dengan cicak/tokek; "misalkan" dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa binatang ini bisa menjadi obat, namun tetap saja tidak boleh digunakan, karena termasuk binatang yang haram. Hanya saja, perbuatan ini tidak termasuk dalam kesyirikan, kecuali jika ia meyakini bahwa binatang itu lah yang dapat menyembuhkan dengan sendirinya (tidak bersandar kepada Allah).

Ketiga hal di atas berlaku umum, termasuk ketika mencari rizki dan belajar. Seharusnya kita bersandar kepada Allah, tidak bersandar kepada kepintaran, usaha keras atau perusahaan tempat kita bekerja semata. Semuanya hanyalah sebab, dan kepada Allah lah semua perkara akan kembali.


--
Faidah dari kajian Kitab At-Tauhid oleh Ust. Ikrimah.
Bisa dilihat juga di At-Tauhid Al-Muyassar hlm. 72.



Komentar