.:: Islam



Membaca Al-Quran dengan baik dan benar (sesuai dengan kaidah ilmu tajwid) tentu saja menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Namun, ternyata ada banyak kesalahan atau mungkin kaidah-kaidah yang baru saya ketahui akhir-akhir ini. Contoh sederhana, hal yang sempat membingungkan saya adalah pada QS Al-Ahqaf (46) ayat 4. Perhatikan pada kata yang digarisbawahi berikut.



Pertama, jika dibaca washal (bersambung) maka cara membacanya adalah:

(.. fis-samawati`tuni bikitabin ..) ‘alif’ pada awal kata ائتونى tidak dibaca (diabaikan). [ Selengkapnya... | 2 komentar ]

Salah satu kaidah fiqih yang dicantumkan oleh Syaikh As-Sa'di dalam manzhumah atau bait-bait syairnya adalah:

معاجل المحظور قبل آنه * قد باء بالخسران مع حرمانه

mu'ajilul-mahzhuri qabla anihi
qad ba`a bil-khusrani ma' hirmanihi

"Orang yang menyegerakan sesuatu yang masih terlarang sebelum waktunya, sungguh ia akan kembali dengan membawa kerugian dan keharaman (tidak akan memperolehnya)." [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

[Update: 17 Maret 2014] Berikut adalah terjemahan dari ceramah singkat yang disampaikan oleh Syaikh AbdurRazaq. Mohon koreksinya jika ada yang salah. Rekaman suara aslinya bisa didownload dari http://al-badr.net/download/mp3/d6tQ5WHFpO ...

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Shalawat dan keselamatan semoga Allah curahkan kepada beliau beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Amma ba’d.

Pertama, (…) aku mengharapkan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keberkahan kepada kita pada setiap yang kita katakan dan dengar, dan menjadikan apa yang kita katakan dan dengar sebagai hujjah (argumen) bagi kita yang kita tidak akan dituntut pada hari perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan pembicaraanku di waktu jeda ini –wahai saudara sekalian– adalah tentang doa yang sesuai dengan kondisi saat ini, yaitu setelah selesai melaksanakan shalat yang agung ini, yang Allah Jalla wa ‘Ala memuliakan kita dan memberikan karunia kepada kita sehingga dapat menunaikannya, dan Dia memberikan keutamaan kepada kita dengan menjadikan kita sebagai ahli (orang yang dapat menunaikan dan menjaga) shalat. [ Selengkapnya... | 4 komentar ]

Berikut ini adalah tiga kaidah penting yang selayaknya diketahui oleh kita ketika mengambil sebab (berusaha) untuk mewujudkan apa yang diinginkan.

[1] Wajibnya bersandar kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan bukan bersandar kepada zat sebab itu sendiri, karena Allah lah yang menciptakan sebab. Contoh: ketika sakit kepala dan membeli obat di apotek, kita meyakini bahwa Allah semata yang mampu menyembuhkan, sedangkan obat hanya sebagai sebab/perantara bagi kesembuhan.

[2] Mengetahui bahwa semua sebab itu terkait dengan ketetapan dan takdir Allah. Contoh: api merupakan sebab yang bisa membuat terbakar, namun dengan takdir Allah ternyata api tidak membakar Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Kita harus menyadari bahwa sebab itu tidak bisa memberi manfaat atau madharat dengan sendirinya. Hanya dengan izin Allah lah semua manfaat atau madharat itu bisa terjadi. [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

Fiqih Haji 2: Fidyah dan Hadyu

Senin, 07 Oktober 2013
[Update: 14/10/2013]

A. Fidyah Pelanggaran Ihram

Pada tulisan sebelumnya sudah disebutkan beberapa larangan bagi orang yang sedang berihram[1]. Orang yang melanggar hal-hal tesebut dapat dikenai denda berupa kewajiban membayar fidyah yang rinciannya sebagai berikut. [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

Fiqih Haji

Ahad, 29 September 2013
Haji..(Ringkasan dari Al-Fiqh Al-Muyassar [1][2])

Definisi Haji

Secara bahasa, haji berarti maksud/keinginan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan definisi menurut syariat, haji adalah suatu bentuk ibadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik pada waktu dan tempat tertentu sebagaimana yang dijelaskan dalam sunnah RasuluLlah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Haji merupakan salah satu rukun islam dan wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Di antara keutamaan haji adalah sebagaimana yang termuat dalam hadits berikut.

“Antara satu umrah dengan umrah lainnya menjadi penebus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur, tidak ada balasannya melainkan surga.” [3]

“Barangsiapa yang berhaji karena Allah, dan ia tidak berkata kotor dan tidak berbuat fasik, maka ia kembali sebagaimana hari saat ia dilahirkan oleh ibunya.” [4] [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

bersihkan hatiKedudukan seseorang terhadap ilmu sangat ditentukan oleh seberapa besar pengagungan dan pemuliaan hatinya terhadap ilmu. Seseorang yang hatinya penuh dengan penghormatan terhadap ilmu maka ia pantas menjadi tempat bagi ilmu. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak memuliakan ilmu, niscaya ilmu tidak akan dapat membuatnya mulia.

Di antara bentuk atau usaha dalam mengagungkan ilmu adalah dengan cara membersihkan hati dan niat dalam mencari, mengamalkan dan mengajarkannya.

A. Membersihkan Hati sebagai “Wadah” Ilmu

Hati merupakan wadah tempat bersemayamnya ilmu. Semakin bersih hati seseorang maka akan semakin mudah baginya untuk menerima ilmu. Barangsiapa yang ingin memperoleh ilmu, hendaklah ia memperbagus batinnya dan membersihkan hatinya dari berbagai penyakit. Ilmu itu ibarat permata yang halus, ia tidak pantas dimiliki kecuali oleh hati yang bersih.Selengkapnya... | 1 komentar ]

Khuf (Sepatu)Khuff merupakan sesuatu yang dipakaikan pada kaki hingga menutup mata kaki, yang terbuat dari kulit atau sejenisnya. Dalam bahasa yang lebih mudah, bisa kita katakan bahwa khuff adalah "sepatu". Adapun hukum mengusap khuff sebagai pengganti mencuci kaki saat wudhu' adalah boleh menurut ijma' (kesepakatan) ahlus-sunnah. Mengusap khuff adalah keringanan yang diberikan oleh Allah 'Azza wa Jalla untuk memudahkan dan mencegah kesulitan hamba-Nya, sehingga mereka tidak perlu melepas khuff ketika wudhu'. Demikian pula dengan kaus kaki, dibolehkan untuk mengusapnya.

Banyak ulama' yang juga memasukkan perkara ini dalam kitab aqidah mereka, karena hal ini merupakan salah satu pembeda antara ahlus-sunnah dengan syi'ah yang menolak syariat mengusap khuff. Imam Thahawi dalam kitab aqidah-nya berkata, "Kami berpendapat (disyariatkannya) mengusap khuff, baik ketika berpergian maupun ketika mukim di daerah asal, sebagaimana disebutkan dalam atsar." [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

[Update: 02/08/2013] Silahkan simak dua video kisah inspirasi berikut. Yang pertama adalah kisah bagaimana Imam Al-Qa'nabi yang dulunya adalah seorang peminum dan pecandu alkohol, kemudian berubah menjadi seorang imam ahli hadits yang disegani.

Sedikit catatan dari Ustadz Abul-Jauzaa', "Hanya saja ada kekeliruan dari si pembawa kisah. Ia (pembawa kisah) mengatakan bahwa orang yang menemui Al-Qa'nabiy yang kemudian menyampaikan hadits apabila engkau tidak mau maka berbuatlah sesukamu, adalah Asy-Sya'biy. Yang benar: Syu'bah, amiirul-mukminiin fil-hadiits."



Kisah kedua adalah kisah taubatnya Malik bin Dinar, salah satu tabi'in yang terkenal. Masa lalunya pun tidak kalah kelam.. [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

Pertanyaan:
Ustadz, mohon nasehat antum tentang urgensi kaum muslimin masuk ke instansi-instansi strategis pemerintah seperti militer, polisi dan jabatan-jabatan vital lainnya. Mengingat bila pos-pos tersebut kosong dari ahlussunnah, maka banyak kebaikan terlewatkan, dan akan diisi pihak selain ahlussunnah (belajar dari tragedi Suriah, Mesir dan beberapa negara yang sudah revolusi duluan). [ Selengkapnya... | 0 komentar ]

[Update: 09/06/2013] Dikisahkan bahwa pada masa kekhalifahan Al-Ma'mun (khalifah ke-7 dinasti Abbasiyah) muncullah sebuah fitnah besar yang menimpa kaum muslimin pada umumnya dan ulama' pada khususnya. Pada masa tersebut, paham Mu'tazilah (yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk) menyebar hingga berhasil mempengaruhi puncak kekuasaan, yaitu sang khalifah. Sang khalifah pun dibuat percaya bahkan sampai memaksakan paham tersebut kepada umat muslim.

Suatu waktu, seorang wakil dari khalifah Al-Ma'mun mengumpulkan Imam-imam hadits di Baghdad. Dia mengancam mereka untuk menerima paham Mu'tazilah. Kebanyakan mereka akhirnya dengan terpaksa menerima paham Mu'tazilah. Hanya ada dua orang yang tetap menolak, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh Al-Jundi. Keduanya kemudian dibawa dengan menggunakan seekor unta untuk dihadapkan kepada khalifah. Di tengah perjalanan, datanglah seorang arab badui. Orang arab badui tersebut kemudian mengucapkan salam kepada Imam Ahmad dan berkata: [ Selengkapnya... | 0 komentar ]


‹‹ sebelumnyake halaman selanjutnya ››